TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
A. TEORI
BELAJAR BEHAVIORISME
Aliran behaviorisme menekankan pada
perubahan perilaku yang tampak sebagai indikator terjadinya proses belajar.
Menurut behaviorisme, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan
mengendalikan perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran.
Kajian dalam teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati
secara langsung, yaitu rangsangan (stimulusi) dan gerak balas (respon).
Misalnya, untuk mengubah suasana kelas yang biasanyapasif ketika diberi
pertanyaan, maka seorang pendidik atau guru harus mengubah atau memodifikasi
stimulusnya; misalnya dengan memberikan hadiah bagi siswa yang bisa menjawab.
Pemberian hadiah diharapkan dapatmenjadi stimulus yang dapat memunculkan respon
yang diharapkan; yaitu meningkatnya keaktifan siswa dikelas.
Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai
suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment
menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki,
dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut
oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang
paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali
tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan
adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman
penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak
yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata
perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda
tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus
dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh
pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan
pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif.
Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan
peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor
yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Berikut ini marilah kita cermati satu
persatu beberapa tokoh besardalam aliran behaviorisme ini
1.
TEORI WATSON
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi
antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat
diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun
dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan
karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena
kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana
dapat diamati dan diukur.
2. TEORI PAVLOV
Teori
Pavlov merupakan salah satu bentuk belajar responden. Dalam belajar semacam ini
suatu respon dikeluarkan suatu stimulus yang telah dikenal. Dalam teori ini,
Pavlov melakukan suatu eksperimen dengan mempelajari proses pencernaan anjing.
Selama penelitian mengamati perubahan waktu dan tingkat kecepatan pengeluaran
aiar liur dari binatang (anjing) tersebut.
Seekor
anjing diberi serbuk daging dan ketika makan keluar air liurnya, serbuk daging
disebut stimulus tidak terkondisi (US) dan tindakan mengeluarkan air liur
disebut respon tidak terkondisi (UR). Terjadinya respon terhadap penyajian
stimulus ini tidak merupakan belajar tetapi terjadi secara instingtif.
Sekarang lampu kita hidupkan di tempat
anjing itu, menghidupkan lampu mempunyai efek yang minimal terhadap keluarnya
air liur. Kemudian kita menyalakan lampu tepat sebelum menberikan serbuk daging
itu pada anjing (US). Jika hal ini kita lakukan beberapa kali dan kemudian pada
suatu percobaan tanpa memberikan serbuk daging. Kita lihat timbulnya respon
mengeluarkan air liur. Cahaya yang sebelumnya merupakan stimulus yang netral
sekarang menjadi stimulus terkondisi/conditioned
respon (CS)dan respon yang ditimbulkan disebut respon terkondisi / conditional respon (CR).
Makna belajar telah terjadi perubahan
tingkah laku, jadi telah terjadi proses belajar. Anjing tahu bahwa sinyal
tertentu sebagai tanda hadirnya makanan dan reflek air liur anjing timbul
(Keluar saliva anjing tadi). Penjajahan S dengan S1 paling baik berjarak
setengah detik.
Sekarang, marilah kita lihat penerapan
teori Pavlov dalam pembelajaran. Seorang siswa bernama Maya pertama kali masuk
sekolah guru menerimanya dengan senyum dan pujian. Belum dua minggu berlalu
Maya minta diantarkan kesekolah lebih pagi sambil berkata pada ibunya bahwa ia
akan menjadi guru jika besar nanti. Dari fragmen di atas melukiskan adanya
belajar responden dimana senyum dan pujian guru dapat ditafsirkan sebagai
stimulus tidak terkondisi. Tindakan guru ini menimbulkan sesuatu dalam diri
Maya yaitu suatu perasaan yang menyenangkan yang dapat ditafsirkan sebagai
respon tak terkondisi guru dan sekolah yang sebelumnya itu netral, yaitu
stimulus terkondisi, terasosiasi dengan stimulus tak terkondisi dan segera
menimbulkan perasaan menyenangkan yang sama.
Dalam situasi yang dikemukakan diatas
perilaku berubah sebagai hasil suatu pengalaman. Jadi situasi ini sesuai dengan
definisi belajar yang sederhana yang telah dikemukakan terdahulu. Sumbangan
Pavlov yang lain dalam belajar adalah teori refleksi bersyarat yang banyak dicoba
pada beberapa anak dan fungsinya adalah sebagai berikut :
a). Membentuk
kebiasaan pada anak agar selalu membiasakan kebersihan, karapian, kesehatan,
kejujuran, dan sebagainya. Pembiasaan itu mudah dan lebih baik dilakukan sejak
masih dini, sebab pembiasaan pada anak dewasa lebih sukar, sebab setelah dewasa
kebiasaan akan terbentuk dan akan sukar dihapuskan bahkan sering dianggap
kodrat.
b). Untuk
menghapuskan kebiasaan-kebiasaan yang buruk dan mengurangi rasa takut pada
anak-anak. Misalnya anak kecil yang biasanya bangun pagi terlambat/kesiangan
dapat dihapus dengan bangun pagi pada jam 05.30.
c). Teori
persyaratan dapat membentuk sikap-sikap baik terhadap aktifitas belajar pada
siswa.
d). Teori
persyaratan dapat juga dipakai dalam psikoterapi, misalnya untuk menghilangkan
rasa takut, malu, penyesuaian yang salah, agresif, tamak dan lain sebagainya.
3.TEORI THORNDIKE
Thorndike menggambarkan proses belajar
sebagai proses pemecahan masalah (problem solving). Dalam penyelidikan tentang
proses belajar, pelajarharus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike
melakukan eksperimen dengan sebuah puzzlebox. Sebagai percobaan dengan seekor
kucing sebagai subjek percobaannya, lapar sebagi motif, makanan sebagai
rangsangannya dan keluar kurungan sebagai masalahnya.
Seekor kucing dimasukkan dan biarkan
lapar tidak diberi makanan sampai beberapa hari. Sementara itu pintu keluar
dari kurungan dikunci dengan suatu alat sedemikian rupa sehingga apabila tali
pengunci ditarik pintu dapat terbuka. Makanan diletakkan diluar kurungan dimana
kucing yang lapar terpaksa harus belajar untuk keluar dengan menarik tali
pengikat kunci sehingga mendapat makanan. Dengan bermacam-macam perbuatan
akhirnya suatu ketika tali pengikat kunci tertarik sehingga pintu terbuka dan
larilah kucing tersebut keluar untuk mendapatkan makanan. Percobaan ini
dilakukan berulang-ulang dan ternyata semakin dicoba berulang-kali semakin
pendek jarak waktu antara pembelian masalah dengan pemecahannya.
Diagram Teori Belajar Thorndike
Ø Kucing
dalam sangkar melihat S berupa daging sebagai hadiah
Ø Ri,R2,.......R7adalah
si kucing yang mencoba keluar sangkar untuk menerkam daging S tapi gagal
Ø Rn
menginjak grendel pintu sangkar secara tidak sengaja maka pintu terbuka dan
kucing keluar mencapai S berupa daging dan dimakannya.
Atas dasar percobaan diatas Thorndike
mengemukakan beberapa hukum belajar. Thorndike membedakan ada 3 hukum pokok dan
6 hukum tambahan. Adapun 3 hukum pokok tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Hukum kesiapan
Disini
ada 3 macam kadaan yang menunjukkan perlakuan hukum kesiapan,yaitu :
a. Apabila
pada individu/seseorang ada tendensi atau kecenderungan bertindak, maka
melakukan tindakan tersebut akan menimbulkan kesiapan dan menyebabkan individu
tadi tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang lain.
b. Apabila
pada individu ada tendensi bergerak, tetapi tidak melakukan tindakan tersebut,
maka akan menimbulkan rasa tidak puas, oleh karena itu individu tadi akan melakukan
tindakan-tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan tadi.
c. Apabila
individu tidak ada tendensi bertindak, maka melakukan tindakan akan menimbulkan
ketidak puasan. Oleh karena itu individu melakukan tindakan-tindakan lain untuk
mengeliminasi atau menghapus ketidakpuasan tadi.
Implikasi
Hukum Kesiapan dalam pendidikan adalah :
a.
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan
mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan
sebagainya.
b.
penggunaan tes bakat sangat membantu untuk menyalurkan bakat anak. Sebab
mendidik sesuai dengan bakatnya akan lebih
lancar dibandingkan dengan bila tidak
berbakat.
2. Hukum
Latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat
atau makin lemah hubungan S-R. Kurang latihan akan makin melemahkan hubungan
S-R. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan repitio est mater studiorum atau practice makes perfect. Penggunaan hukum latihan dalam proses
belajar mengajar adalah prinsip ulangan, misalnya :
a. Memberi
keterampilan kepada para siswa agak sering atau makin banyak menggunakan pengetahuan yang
diperoleh.
b. Diadakan
latihan resitasi dari bahan-bahan yang dipelajari
c. Diadakan
ulangan-ulangan yang teratur dan bahkan dengan ulangan yang ketat atau system
drill, ini akan memperkuat hubungan S-R.
3.
Hukum Efek
Hukum efek merujuk pada makin kuat atau
lemahnya hubungan S-R sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Rumusan
tingkat hukum efek adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil
menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi,
sebaliknya suatu tindakan yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditinggalkan
dan tidak diulangi lagi. Jadi hukum efek menunjukkan bagaimana pengaruh hasil
suatu tindakan bagi perbuatan serupa.
Implikasi hukum efek dalam pendidikan adalah
sebagai berikut :
a.
Buatlah pengalaman, situasi kelas atau kampus sedemikian rupa sehingga
menyenangkan bagi para siswa atau mahasiswa, guru, karyawan sekolah. Penghuni
sekolah merasa puas,aman, dan mereka senaang pada tugasnya masing-masing.
b. Buatlah bahan-bahan pengajaran yang relevan
dengan kehidupan sehari-hari, sehingga lebih dapat diterima atau dimengerti
c.
Tugas-tugas sekolah diatur dengan tahap-tahap pencapaian hasilnya dan memberi
keyakinan bagi para pelajar, guru maupun petugas lainnya.
d.
Tugas-tugas sekolah ditata dengan tahap-tahap kesukarannya sehingga para siswa
dapat maju tanpa mengalami kegagalan
e. Bahan-bahan pelajaran dan metode pengajaran
diberikan dengan variasi agar pengalaman-pengalaman belajar mengajar menjadi
segar dan menyenangkan, tidak menjemukan
f. Bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan
bila perlu hukuman tentulah akan dapat memberi motivasi proses belajar
mengajar.
4. TEORI SKINNER
B.F. Skinner adalah tokoh behaviorisme
yang mengembangkan teori belajar yang dikenal dengan operant conditioning.
Dalam behaviorisme Skinner, pikiran, kesadaran, maupun ketidaksadaran, tidak
diperlukan untuk menjelaskan perilaku dan pengembangan. Bagi Skinner,
pengembangan adalah perilaku, sehingga untuk mempelajari perkembangan atau
perubahan individu cukup dengan melihat pada perubahan tingkah laku saja.
Pengkondisian operan adalah suatu bentuk
behaviorisme deskriptif, yang berusaha menegakkan hukum tingkah laku melalui
studi mengenai belajar secara operan. Belajar secara operan itu sendiri dapat
diartikan sebagai belajar dengan menggunakan konsekuensi yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan dalam mengubah tingkah laku, sehingga jelaslah bahwa Skinner
memandang reinforcecement (penguatan) sebagai unsur yang paling penting dalam
proses belajar. Penemuan Skinner ini menekankan pada hubungan antara tingkah
laku dan konsekuensinya. Contoh, apabila tingkah laku individu segera diikuti
oleh konsekuensi yang menyenangkan (mendapat pujian, hadiah), maka individu
akan menggunakan atau mengulangi tingkah laku itu lagi sesering mungkin.
Apabila konsekuensi menyenangkan akan
memperkuat tingkah laku, maka konsekuensi yang tidak menyenangkan akan
memperlemah tingkah laku. Adapun pembentukan tingkah laku dalam operan
conditioning antara lain sebagai berikut:
1. mengidentifikasi
hal-hal yang merupakan reinforcement bagi tingkah laku yang akan dibentuk itu.
2. melakukan
analisis untuk mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah
lakuyang dimaksud. Aspek-aspek tadi diurutkan untuk menuju terbentuknya tingkah
laku yang dimaksud.
3. dengan
mempergunakan secara urut aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara, kemudian
diidentifikasikan reinforcer untik masing-masing aspek atau komponen itu.
4. melakukan
pembentukan tingkah laku dengan menggunakan urutan pembentukan tingkah laku
dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang telah disusun itu, setelah aspek
pertama selesai dilakukan, maka diberikan hadiah atau reinforcer diberikan; hal
ini akan mengakibatkan aspek tiu sering dilakukan. Kalau ini sudah terbentuk,
dilakukan aspek kedua dan diberi hadiah, dst terhadap aspek-aspek lain sampai
seluruh tingkah laku yang diharapkan akan terbentuk.
Dasar operant conditioning dalam
pengajaran adalah untuk memastikan respon terhadap stimuli. Guru berperan
penting dikelas, dengan mengontrol langsung kegiatan belajar siswa. Mereka yang
harus pertama-tama menentukan logika yang penting agar menyampaikan materi
pelajaran dengan langkah-langkah dan kemudian memberikan reinforcement segera
sesudah siswa merespon. Saran kepad guru, perbaikilah kemampuan untuk memberi
penguat pada siswa, misalnya dengan mengembalikandan mendiskusikan pekerjaan
siswa setelah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin dan menanyakan kepada
siswa secara teratur dan memuji, memberi hadiah atau reward bagi jawaban yang
benar, melihat pekerjaan siswa dan mencoba memperkuat semua tingkah laku yang
menghasilkan perkembangan sikap yang baik terhadap belajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik
ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan
kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.
Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi
atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Komentar